Patehan, Warisan Secangkir Teh yang Hidup dari Karaton hingga Royal Ambarrukmo

Patehan, Warisan Secangkir Teh yang Hidup dari Karaton hingga Royal Ambarrukmo
Tradisi Patehan di Royal Ambarrukmo. yogyakarta.

Tradisi yang Terus Menghidupi

YOGYAKARTA – Tradisi minum teh mungkin sering diidentikkan dengan aristokrat Eropa. Namun, jauh sebelum itu, tanah Jawa juga memiliki prosesi serupa yang penuh filosofi: Patehan. Di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, ritual ini telah diwariskan turun-temurun sebagai persembahan khusus untuk Sultan.

Sejak abad ke-18, Gedhong Patehan di dalam Karaton menjadi pusat prosesi tersebut. Teh yang dipilih berasal dari daun terbaik, diseduh dengan tata cara tertentu, lalu disajikan oleh abdi dalem dengan penuh ketelitian. Lebih dari sekadar minuman, Patehan merepresentasikan rasa syukur, penghormatan, dan harmoni—cerminan unggah-ungguh Jawa yang menjunjung tata krama dan penghargaan terhadap tamu.

Untuk reservasi khusus bisa klik link untuk Royal Ambarrukmo Yogyakarta. 

Kini, tradisi itu tidak hanya bisa ditemui di balik tembok Karaton. Royal Ambarrukmo Yogyakarta menghadirkan kembali Patehan bagi tamu dan wisatawan. Bertempat di Pesanggrahan Kedhaton Ambarrukmo—bangunan heritage yang dahulu menjadi tempat peristirahatan Sri Sultan Hamengku Buwono VII—prosesi minum teh ini kembali hidup. Dengan patrap atau tata etika khusus, para tamu diajak merasakan atmosfer yang menyatukan masa lalu dan masa kini.

“Patehan bukan sekadar menyajikan teh. Ia adalah pengalaman budaya otentik yang mengajarkan keteduhan, penghormatan, dan syukur,” demikian konsep yang diusung Royal Ambarrukmo.

Bangunan Pesanggrahan Kedhaton sendiri menjadi saksi sejarah yang anggun. Arsitektur Jawa klasik dengan sentuhan kolonial masih berdiri kokoh, menghadirkan ruang di mana sejarah dan budaya bertemu dalam harmoni. Di sinilah, setiap sudut menyimpan cerita, dan setiap teguk teh menjadi perjalanan mendalam menuju budaya Jawa.

Tradisi Patehan mengingatkan bahwa kesederhanaan dapat melahirkan makna besar. Secangkir teh tidak hanya menghangatkan tubuh, tetapi juga menenteramkan jiwa dan mengikat hubungan antarmanusia. 

Melalui Patehan, Royal Ambarrukmo menegaskan dirinya sebagai penjaga pilar budaya—bukan hanya mengenang, tetapi juga menghidupkan serta mewariskan kepada generasi baru.

Dengan cara itu, secangkir teh dari Yogyakarta kini menjadi simbol bagaimana budaya sederhana bisa menyapa dunia. (Tim)