Raja Ampat Dilecehkan! Surga Terakhir Dunia Dikorbankan Demi Rakusnya Tambang Nikel

Raja Ampat, Papua Barat Daya — Keindahan surgawi Raja Ampat, salah satu kawasan wisata alam terbaik di dunia, kini berada di ambang kehancuran akibat kerakusan yang tak tahu malu. Aktivitas tambang nikel yang menjamur di Pulau Gag dan pulau-pulau sekitarnya telah melukai jantung konservasi, mengancam ekosistem yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa.
Di bawah bendera PT Gag Nikel Indonesia, anak usaha dari PT Aneka Tambang Tbk (Antam), tambang nikel menggali, mengoyak, dan meninggalkan lubang-lubang luka yang dalam di tanah Papua. Alih-alih dijaga, pulau-pulau suci di Raja Ampat dijual murah atas nama investasi dan hilirisasi. Inikah harga dari kemajuan? Menghancurkan rumah flora dan fauna demi kantong-kantong para elite?
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengaku akan memanggil pemilik usaha dan mengevaluasi kegiatan tambang di sana. Namun, pernyataan normatif dan basa-basi birokrasi sudah terlalu basi ketika realitas di lapangan menunjukkan alam yang ditelanjangi secara brutal.
“Ini mungkin saja saya melihat ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik,” ujar Bahlil. Tapi kearifan macam apa yang masih bisa hidup jika tanah dan lautnya dikoyak?
Greenpeace, melalui Kiki Taufik, dengan lantang mengecam praktik tambang yang berkedok hilirisasi. “Sudah kebablasan,” tegasnya. Raja Ampat bukan wilayah untuk dikorbankan. Ini warisan dunia. Bukan tempat pesta pora para penambang serakah!
Lubang tambang bukan hanya menganga di tanah, tapi juga di hati masyarakat adat dan pencinta lingkungan. Pulau Kawe, Pulau Manuran, Pulau Gag semuanya perlahan dihancurkan demi logam yang tak sebanding dengan nilai ekologi dan spiritual tanah ini.
Raja Ampat bukan untuk ditambang. Raja Ampat untuk diwariskan.
Kini, rakyat menunggu. Apakah pemerintah berani menyelamatkan surga, atau tunduk di bawah sepatu para cukong tambang?
RAJA AMPAT DI AMBANG KEHANCURAN
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Adat pada lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya, YM. Bapak Mesak Mambraku, angkat bicara mengenai pergolakan yang terjadi di masyarakat Kabupaten Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan nikel yang merusak kawasan destinasi wisata dunia tersebut.
Dalam wawancara yang dilakukan pada Sabtu, 7 Juni 2025 di Kota Sorong, Mesak Mambraku menyoroti minimnya pelibatan MRP dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program-program pemerintah yang menyangkut masyarakat adat. Ia menyampaikan bahwa suara rakyat Papua, khususnya masyarakat adat Raja Ampat, sering kali diabaikan, bahkan ketika wilayah adat mereka dijadikan ladang eksploitasi tambang oleh perusahaan besar.
“Kami, MRP, tidak pernah benar-benar dilibatkan. Mereka ambil tanah, keruk isi bumi kami, lalu tinggalkan luka. Ini bukan hanya soal lingkungan, ini soal martabat,” tegas Mesak.
RAJA AMPAT, SURGA YANG DICABIK RAKUS
Keindahan surgawi Raja Ampat, salah satu kawasan wisata alam terbaik di dunia, kini berada di ambang kehancuran akibat kerakusan yang tak tahu malu. Aktivitas tambang nikel yang menjamur di Pulau Gag dan pulau-pulau sekitarnya telah melukai jantung konservasi, mengancam ekosistem yang selama ini menjadi kebanggaan bangsa. (Ray)